Kamis, 21 Maret 2013

KONSEP DASAR KURIKULUM PART 2-KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA

KONSEP DASAR KURIKULUM
KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA
IAIN AR-RANIRY
PRODI FISIKA
PART 2
Siraj, S.Pd., M.Pd








Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
UU Sisdiknas Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.


Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang amat sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak di tuju oleh pendidikan. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.“

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan terakhir kurikulum 2013.

a.    Kurikulum 1968 dan sebelumnya

1.    Kurikulum pertama diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan Indonesia dipengaruhi sistem pendidikan Belanda dan Jepang.
2.    Pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini mengarah pada sistem pendidikan nasional. Ciri kurikulum 1952 adalah bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
3.    Tahun 1964, dengan nama Rentjana Pendidikan 1964 kurikulum Indonesia kembali disempurnakan. Kurikulum 1964 ditekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani.
4.    Perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus, dituangkan dalam Kurikulum 1968. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

b. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disusun sebagai pengganti kurikulum 1968, dimana perubahan yang dilakukan menggunakan pendekatan berikut:

1.    Berorientasi pada tujuan
2.    Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti  dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3.    Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4.    Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5.    Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

c. Kurikulum 1984

Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolahharus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.


d. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.

e. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to
perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti   bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.

f. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang dikembangkan oleh dan dilaksanakan pada tiap-tiap satuan pendidikan. sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.

g. Kurikulum 2013 (Tahap uji coba)
Penerapan Kurikulum 2013 pada Juli atau kapan pun dalam format yang ada tampaknya tidak menimbulkan efek kualitatif yang signifikan bagi kemajuan bangsa. Tak ada faktor yang mendukung perubahan ke arah itu, apalagi jika berbagai kerancuan kompetensi inti dan dasar dengan materi dibiarkan kabur, dan kurikulum dilaksanakan sebelum matang. Selain itu, posisi kurikulum dalam suatu sistem pendidikan berada pada level operasional yang jalannya ditentukan oleh fondasi, visi, dan substansi pendidikan, yang di negeri ini justru bermasalah. Metode pembelajaran melekat pada perilaku guru sehingga pembaruan metode inheren dengan pengembangan aspek kemanusiaan guru. Oleh sebab itu, pelatihan metode tak cukup dengan berceramah tentang pengetahuan dan teknik mengajar, tetapi juga harus sekaligus melibatkan guru dalam proses dinamis perubahan kesadaran dan motivasi profesi. Perbaikan metode akan berpengaruh lebih cepat dan luas terhadap kualitas pendidikan karena posisi dan peran strategis guru. Metode yang dipergunakan dan sikap guru juga sangat menentukan keberhasilan penanaman nilai-nilai dan pembentukan pola pikir dalam Pendidikan karakter.

Secara etimologis, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dari curere yang artinya “tempat berpacu”. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Rumawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.

Secara terminologis, istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian semula ialah sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah.


Kurikulum menurut UU Sisdiknas 2003 Bab 1 Pasal 1: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Jadi kurikulum ialah: suatu program pendidikan yang berisikan bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan  secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk  mencapai tujuan pendidikan.

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR PERTEMUAN KE 2

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
PERTEMUAN KE 2
PRODI FISIKA
Siraj, S.Pd., M.Pd









Dalam perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.

Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 SISDIKNAS: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
Tujuan pendidikan adalah suatu faktor yang amat sangat penting di dalam pendidikan, karena tujuan merupakan arah yang hendak dicapai atau yang hendak di tuju oleh pendidikan.
Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.“
Dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa dan siswi yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif secara optimal. Dengan mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap guru  mulai memasuki suatu kegiatan yang bernilai edukatif.

Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dgn anak didik. Interaksi yg bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pembelajaran.

STRATEGI
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

BELAJAR
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah mengarah kepada yang lebih baik ataupun yang kurang baik, direncanakan atau tidak.

MENGAJAR
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya  pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.
Guru adalah kreator proses belajar mengajar.  Guru  adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji  apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya  dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi  pengajaran  dalam  konteks  belajar  mengajar  diarahkan untuk  pengembangan  aktivitas  siswa  dalam  belajar.

Strategi Belajar Mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru–anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

KONSEP MANAJEMEN PENDIDIKAN PERTEMUAN KE 3

KONSEP MANAJEMEN PENDIDIKAN
PERTEMUAN KE 3

Prodi B.Inggris
Dr. Djailani, M.Pd
Siraj, S.Pd., M.Pd








Manajemen pendidikan merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Manajemen pendidikan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan pendidikan, manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam bidang pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan pendidikan. Pemahaman tentang manajemen pendidikan menuntut pemahaman tentang manajemen secara umum.
    Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, seni, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Gullick (Yamin dan Maisah, 2009:1) karena “Manajemen dipandang sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama”. Manajemen dikatakan sebagai seni “Karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas”. Manajemen dipandang sebagai profesi “Karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik”.
Penjelasan dari pengertian manajemen sebagai ilmu, seni, dan profesi adalah sebagai berikut:
1.    Manajemen sebagai seni mengindikasikan bahwa dibutuhkan suatu keterampilan khusus untuk melakukannya, sehingga keterampilan tersebut perlu dikembangkan melalui pelatihan manajemen.

2.    Manajemen sebagai suatu profesi adalah cara sistematis melakukan pekerjaan bagi seorang manajer dengan tidak memperdulikan kecakapan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

3.    Manajemen diartikan sebagai ilmu, karena teori-teori yang terdapat di dalamnya mampu menuntun manajer dengan memberikan kejelasan tentang apa yang harus mereka lakukan pada situasi tertentu dan mampu memprediksi akibat-akibat dari keputusan yang diambilnya. Manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subjektif. Perjalanan suatu ilmu teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman. Manajemen sebagai profesi karena seorang manajer profesional harus memiliki kompetensi sebagai dasar keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan pemerintah, memiliki kode etik, serta berkomitmen dan berdedikasi dalam menekuni pekerjaannya.


Menurut Nawawi (Murniati dan Usman, 2009:37) “Manajemen merupakan kemampuan pimpinan (manajer) dalam mendayagunakan orang lain melalui kegiatan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien”.

Setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti sekolah sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama yang terjadi agar dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan, untuk itu pengelolaannya mesti berjalan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dengan diawali oleh suatu rencana sampai tahapan berikutnya dengan menunjukan suatu keterpaduan dalam prosesnya, sehingga makna pentingnya manajemen semakin jelas bagi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan.

Dapat disimpulkan bahwa manajemen/administrasi pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan. Fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya guna tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu konteks sosial tertentu, ini berarti bahwa bidang-bidang yang dikelola mempunyai kekhususan yang berbeda dari manajemen dalam bidang lain.

Tujuan dilakukannya manajemen
Tujuan dilakukannya manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efesien.

1.    Produktivitas merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan jumlah sumber yang dipergunakan. Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berapa jumlah tamatan dan kuantitas output berupa jumlah tenaga kerja dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya).

2.    Kualitas menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang  atau jasa tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas kinerjanya. Jasa/pelayanan atau produk tersebut harus menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan pelanggannya. Dengan demikian mutu adalah jasa/produk yang menyamai bahkan melebihi harapan pelanggan sehingga pelanggan mendapat kepuasan.

3.    Efektivitas institusi pendidikan terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personil lainnya, siswa, kurikulum, sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan masyarakatnya, pengelolaan bidang khsusus lainnya hasil nyatanya merujuk kepada hasil yang diharapakan bahkan menunjukkan kedekatan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. Suatu kegiatan dikatakan efesien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang menimal. Efisiensi pendidikan merupakan bagaimana tujuan pendidikan dicapai dengan memiliki tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga dan sarana.

 
Unsyiah - IAIN - Kompas