Rabu, 25 April 2012

Pengantar Manajemen Pendidikan Pertemuan ke 6 (Enam) / 19-20 April 2012

Pengantar Manajemen Pendidikan 
Kelas Reguler A, Reguler B dan Kelas Mandiri
Pertemuan ke 6 (Enam) / 19-20 April 2012
- Dr. Djailani, M.Pd
- Siraj, S.Pd., M.Pd
 
 
 
 

Manajemen pendidikan merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Manajemen pendidikan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan pendidikan, manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam bidang pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan pendidikan. Pemahaman tentang manajemen pendidikan menuntut pemahaman tentang manajemen secara umum.

Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, seni, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Gullick (Yamin dan Maisah, 2009:1) karena “Manajemen dipandang sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama”. Manajemen dikatakan sebagai seni “Karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas”. Manajemen dipandang sebagai profesi “Karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik”.

Penjelasan dari pengertian manajemen sebagai ilmu, seni, dan profesi adalah sebagai berikut:
  1. Manajemen sebagai seni mengindikasikan bahwa dibutuhkan suatu keterampilan khusus untuk melakukannya, sehingga keterampilan tersebut perlu dikembangkan melalui pelatihan manajemen. 
  2. Manajemen sebagai suatu proses adalah cara sistematis melakukan pekerjaan bagi seorang manajer dengan tidak memperdulikan kecakapan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. 
  3. Manajemen diartikan sebagai ilmu, karena teori-teori yang terdapat di dalamnya mampu menuntun manajer dengan memberikan kejelasan tentang apa yang harus mereka lakukan pada situasi tertentu dan mampu memprediksi akibat-akibat dari keputusan yang diambilnya. Manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subjektif. Perjalanan suatu ilmu teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman. Manajemen sebagai profesi karena seorang manajer profesional harus memiliki kompetensi sebagai dasar keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan pemerintah, memiliki kode etik, serta berkomitmen dan berdedikasi dalam menekuni pekerjaannya.

Menurut Nawawi (Murniati dan Usman, 2009:37) “Manajemen merupakan kemampuan pimpinan (manajer) dalam mendayagunakan orang lain melalui kegiatan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien”. Setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti sekolah sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama yang terjadi agar dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan, untuk itu pengelolaannya mesti berjalan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dengan diawali oleh suatu rencana sampai tahapan berikutnya dengan menunjukan suatu keterpaduan dalam prosesnya, sehingga makna pentingnya manajemen semakin jelas bagi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan.

Antara administrasi dan manajemen dalam pendidikan

Formen dan Ryan (Daryanto, 2010:10) berpendapat bahwa “Antara administrasi dan manajemen tidak memiliki perbedaan yang berarti, sehingga istilah tersebut dapat saja disejajarkan penggunaannya”. Administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam lingkungan tertentu, terutama lembaga pendidikan formal. Manajemen pendidikan didefenisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif, efisien dan mandiri.
Dapat disimpulkan bahwa manajemen/administrasi pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan. Fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya guna tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu konteks sosial tertentu, ini berarti bahwa bidang-bidang yang dikelola mempunyai kekhususan yang berbeda dari manajemen dalam bidang lain.


Tujuan dilakukannya manajemen

Tujuan dilakukannya manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efesien.

  1. Produktivitas merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan jumlah sumber yang dipergunakan. Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berapa jumlah tamatan dan kuantitas output berupa jumlah tenaga kerja dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya). 
  2. Kualitas menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang  atau jasa tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas kinerjanya. Jasa/pelayanan atau produk tersebut harus menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan pelanggannya. Dengan demikian mutu adalah jasa/produk yang menyamai bahkan melebihi harapan pelanggan sehingga pelanggan mendapat kepuasan.
  3. Efektivitas institusi pendidikan terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personil lainnya, siswa, kurikulum, sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan masyarakatnya, pengelolaan bidang khsusus lainnya hasil nyatanya merujuk kepada hasil yang diharapakan bahkan menunjukkan kedekatan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. Suatu kegiatan dikatakan efesien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian sumber daya yang menimal. Efisiensi pendidikan merupakan bagaimana tujuan pendidikan dicapai dengan memiliki tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga dan sarana.
 
 

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR Pertemuan 2 (23-4-2012)




STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
PERTEMUAN KE 2 (23 April 2012)
PRODI PENDIDIKAN FISIKA
- Drs. Evendi, M.Pd
- Siraj, S.Pd., M.Pd


Dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa dan siswi yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif secara optimal. Dengan mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap guru  mulai memasuki suatu kegiatan yang bernilai edukatif.

Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dgn anak didik. Interaksi yg bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pembelajaran.

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.


Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
  2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
  3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
  4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Menurut Biggs (Syah, 2006:90), “Belajar merupakan kegiatan untuk menerima, menanggapi dan menganalisa bahan-bahan pelajaran yang diberikan guru”. Belajar akan berjalan baik apabila disertai dengan tujuan yang jelas. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Interaksi yang dimaksud adalah interaksi belajar mengajar. Belajar juga dapat dipahami sebagai usaha atau latihan agar memperoleh suatu kepandaian. Dalam implementasinya belajar merupakan kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar apabila ia mengalami suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Menurut Slameto (2003:2), “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Hamalik (2001:37), Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”.
Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah mengarah kepada yang lebih baik ataupun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Belajar juga dapat diperoleh melalui pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.

Anda dianggap hadir jika meninggalkan komentar pada bacaan di atas.

Senin, 23 April 2012

QUIS KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA (20 April 2012)

Kajian Teks Kurikulum Fisika
TFS 4803
Pendidikan Fisika
- Dra. Nurulwati, M.Pd.
- Siraj, S.Pd., M.Pd.





Petunjuk
  1. Setiap soal dikerjakan dengan menyertakan kutipan/pendapat para ahli serta menyertakan daftar kepustakaan dari buku, jurnal, artikel, dan website yang sudah anda baca/kutip.
  2. Quis ini sangat mengutamakan kejujuran dan dikerjakan masing-masing (jawaban yang sama persis/identik tidak akan diperiksa). 
  3. Waktu penyerahan tugas pada hari Jum’at (27 April 2012).



Soal

  1. Jelaskan tentang sejarah kurikulum di Indonesia dari kurikulum 1968 sampai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 
  2. Kenapa kurikulum dikatakan suatu program pendidikan, bukan program pengajaran?jelaskan. 
  3. Berikan komentar anda tentang perkembangan kurikulum di Indonesia saat ini.


= = = Selamat Bekerja = = =

Jumat, 13 April 2012

Pengantar Manajemen Pendidikan Pertemuan ke 5 (13 April 2012) Kelas Mandiri

Pengantar Manajemen Pendidikan 
Kelas Mandiri


Pertemuan ke 5 (Lima) / 13 April 2012
 
QUIS

- Dr. Djailani, M.Pd
- Siraj, S.Pd., M.Pd



  
Petunjuk
  • Setiap soal dikerjakan dengan menyertakan kutipan/pendapat para ahli serta menyertakan daftar kepustakaan dari buku, jurnal, artikel, blog dan website yang sudah anda baca/kutip.
  • Quis ini sangat mengutamakan kejujuran dan dikerjakan masing-masing (jawaban yang sama persis/identik tidak akan diperiksa).
  • Penyerahan tugas tanggal 20 April 2012.
Soal
  1. Jelaskan tentang hakikat pendidikan, serta mengapa pendidikan itu sangat penting?
  2. Jelaskan tentang pengertian pendidikan menurut para ahli dan anda simpulkan pengertian pendidikan tersebut menurut sudut pandang anda.
  3. Uraikan tentang jalur pendidikan terdiri yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
  4. Mengapa setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti sekolah, sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama? 

KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA PERTEMUAN 3 (13-4-12)

KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA
PERTEMUAN KE 3 (13 April 2012)
ASAS-ASAS KURIKULUM
-Dra. Nurulwati, M.Pd
-Siraj, S.Pd., M.Pd






Dalam pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang. Asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karenanya harus menggunakan seleksi. Pengembangan kurikulum pada suatu negara baik di negara-negara berkembang (developing countries), negara terbelakang (underdevolping cuontries), dan negara-negara maju (devoloped countries), bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar, tetapi tetap ada persamaannya.
Falsafah yang belainan, bersifat otoriter atau demokrasi, sekuler atau relegius akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbeadaan masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diuraikan empat asas pengembangan kurikulum tersebut.
1. Asas filsofis
 Falsafah dalam arti sebenarnya cinta akan kebenaran, yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philein (cinta) dan shopia (kebajikan). Dalam batasan moderen, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul didalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Intinya, manusia merupakan bagian dari dunia.
Pandangan menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia adalah lebih dari sekedar pengetahuan. Barangkali yang dimaksud dengan dikuasai disini adalah pengetahuan itu sendiri dan juga, menemukan adanya saling-hubungan dan pertalian semua unsur hingga pada akhirnya akan ditemukan adanya unsur kebajikan.
a) Falsafah Bangsa
           Setiap negara didunia ini, baik negara berkembang maupun negara maju, memiliki falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Setiap individu memiliki pandangan tertentu mengenai pendidikan yang kadang tidak sama dengan pandangan umum. Keberadaan kurikulum adalah untuk memelihara keutuhan dan persatuan bangsa dan negara. Persoalannya, bagaimana berupaya menyatukan beragam pandangan yang ada pada masyarakat ke dalam suatu kerangka pemikiran yang konsisten dalam upaya menyokong proses pengembangan kurikulum yang dapat disetujui oleh semua kalangan.
         Agaknya, memang tidak mudah menciptakan falsafah pendidikan yang dapat diterima semua pihak. Kondisi masyarakat menyangkut suku, agama, golongan, kepentingan politik tertentu akan turut menpengaruhinnya. Namun, bagi bangsa indonesia, persoalan falsafah pendidikan bukanlah persoalan, mengingat pancasila UUD 1945 telah diterima secara resmi menjadi filsafat dan dasar Pendidikan Nasional. Keberadaan filsafat pancasila telah diterima oleh semua pihak, bahkan tidak bertentangan dengan filsafat pendidikan islam atau filsafat pendidikan (agama) lain.
Keberadaan falsafah pancasila harus dijadikan kerangka utama (mainstream) dalam mengontrol pelaksanaan lembaga-lembaga pendidikan pada suatu negara, karenanya keberadaan filsafat tersebut akan mempengaruhi semua kebijakan dan keputusan dalam pengembagan kurikulum. Dengan demikian, pelaksanaan lembaga pendidikan pada tingkat tertentu masih merupakan kelanjutan atas tingkat pendidikan sebelumnya, yang menggambarkan pencapaian tingkat pendidikan nasional, sejak jenjang pendidikan dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs, SMA/MA) dan perguruan tinggi (PT/PTAI), dengan tetap berdasar pada filosofi pancasila.
b) Falsafah Lembaga Pendidikan
Pancasila merupakan falsafah nasional yang tegas dan telah diterima oleh segenap bangsa Indonesia. Dalam konteks pendidikan, pancasila dijadikan pedoman bagi lembaga pendidikan unntuk mengembangkan falsafah atau pandangan masing-masing sesuai dengan misi dan tujuan nasional serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya. Tiap lembaga pendidikan, sebagai contoh UIN/IAIN, mempunyai misi yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, namun tiap UIN/IAIN bisa jadi mempunyai sesuatu yang khas yang ada perbedaannya dengan UIN/IAIN di daerah lain.
c) Falsafah Pendidikan
       Adanya pengetahuan tentang falsafah lembaga pendidikan dimana dia bertugas menjadi suatu pokok. Keberadaan falsafah membuat seseorang pendidik dituntut untuk selalu relevan dengan falsafah yang berlaku, sebagaimana dirumuskan dalam kurikulum yang ditetapkan lembaga pendidikan itu.
    Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang sangat penting. Ia selalu terlibat dan karenanya peran falsafahnya dalam perencanaan, pengorganisasian, dan penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum sekolah bersangkutan. Akan sangat tidak berarti suatu kurikulum yang baik jika pendidik memiliki falsafah yang berbeda dalam memahami, menafsirkan dan melaksanakan kurikulum tersebut. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum, pendidik merupakan pemengang peran utama.
Pengembang (developers) kurikulum perlu menyadari kemungkinan adanya falsafah berbeda yang dimiliki para pengajar. Fanatisme terhadap suatu aliran filsafat akan bisa menghambat proses belajar mengajar atau tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Dengan demikian, seorang pendidik harus betul-betul memahami keberadaan suatu kurikulum dan kaitannya dengan hal lain. Mementingkan filsafat sendiri secara menonjol tidak hanya akan merugikan anak didik, tetapi juga melenceng dari proses pengajaran dengan tujuan pendidikan yang berlaku atau tujuan kurikulum dari lembaga tersebut.
       Keberadaan falsafah seorang pendidik memang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Oleh karenanya, seorang pendidik mesti profesional. Pendidik profesional secara implisit selalu menempatkan dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang dipikul orang tua. Orangtua pun sangat mengharapkan anaknya untuk memiliki pendidikan yang baik dan profesional.
            Nabi bersabda:
”Barang siapa ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan ilmunya (Tidak mau mengajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat” (Al-Hadits)
            Keberhasilan anak didik menerima ilmu pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan orangtua, masyarakat, dan bangsa sangat ditentukan oleh falsafah pendidik terhadap profesinya. Karena itu, dimensi filsafat perlu memperoleh perhatian serius dalam wacana pendidikan nasional.
2. Asas Sosiologis
Asas sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan memerhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan. Berbagai kesukaran juga akan muncul apabila kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat, seperti: militer, politik, agama, industri, pemerintah, swasta, ekonomi, dan lain-lain, mengajukan keinginan yang bertentangan dengan kepentingan kelompok masing-masing. Akhirnya, sangat mungkin muncul tekanan dari sumber eksternal, dari negara lain (terutama negara-negara maju), organisasi internasional, dan lain-lain. Karena pada dasarnya persoalan penddikan mempunyai keterkaitan dengan aspek lain : ekonomi, politik, dan lain-lain.
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat (sebagaimana diungkapkan di atas) dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan yang berlaku.
Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilah, disaring, dan diseleksi agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum, maka tugas pengembang kurikulum pun sangat kompleks. Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:225), kompleksnya kehidupan dalam masyarakat disebabkan karena :
1.                  Dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam;
2.                  Kepentingan antar individu berbeda-beda;dan
3.                  Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus sesuai  kebutuhan masyarakat.
3. Asas Psikologis
Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan. Meggi Ing, (1978:29). Pertanyaan tentang pengembangan mata pelajaran, model-model, dan metodologi-metodologi itu bermacam-macam, dan informasinya sering tidak lengkap dan berkontradiksi. Tidak terdapat teori-teori psikologi, tetapi hanya ada studi-studi dan teori-teori dalam hal perbedaan tingkat kecanggihan. Tidak kurang, beberapa bidang telah cukup dikembangkan untuk menawarkan petunjuk-petunjuk kepada pendidik dan perencana kurikulum (curriculum planner).
Dalam memilih pengalaman belajar yang akurat, psikologi secara umum sangat membantu. Teori-teori belajar, teori-teori kognitif, pengembangan emosional, dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian, model formasi sikap dan perubahan, dan mengetahui motivasi, semuanya sangat relevan dalam merencanakan pengalaman-pengalaman pendidikan (educational experiences).
Area ilmu pengetahuan tentunya tidak selalu dipertimbangkan menjadi daerah psikologi. Disamping studi-studi tentang pemikiran pembelajaran (learning thinking), penerimaan dan pengingatan setidaknya menjadi pendapat yang implisit mengenai apa yang akan diketahui (what is to ”know”). Ada satu aksioma bahwa semua pengetahuan kita adalah pengetahuan manusia, sehingga studi mengenai bagaimana kita menyeleksi, memproses dan menggunakan informasi harus memberikan tidak hanya basis pendidikan, tetapi juga kontribusi untuk mendiskusikan pada apa yang diajarkan.
Ketika berusaha mengiliminasi proses pikiran anak didik (Children’s mind), baik Jean Piage  maupun Bruner menawarkan beberapa pertimbangan atas hakikat ilmu pengetahuan.
1.         Teori-teori Belajar
     Untuk merencanakan suatu kurikulum, sangat penting memiliki teori bagaimana pembelajaran ditentukan dan bagaimana kondisi pembelajaran menjadi pembelajaran yang lebih efisien. Berbagai teori psikologi tentang cara belajar, setidaknya secara eksplisit, membuat petunjuk-petunjuk akurat bagi para pendidik untuk dipraktikkan ke anak didik. Banyak buku psikologi yang memberi petunjuk langsung kepada pendidik atau guru. Hal ini dikarenakan tugas dan peranan  teori belajar tidak sama dengan tugas pendidik.
Dalam tradisi ilmiah, pencarian teori digunakan untuk menjelaskan jumlah maksimum fenomena-fenomena dengan jumlah minimal peraturan-peraturan (laws), dan itu merupakan tugas khusus yang sulit dalam menghadapi kompleksitas kesadaran dan tingkah laku manusia. Sebagai pendidik, kita tidak memperhatikan dengan apa sesungguhnya belajar itu, dan kita memerhatikan perbedaan-perbedaan di antara anak didik dan juga persamaan-persamaannya. Kita berharap bisa mendapatkan teori-teori psikologi yang membantu kita sebagai pendidik meski tidak secara langsung.
4.      Asas Organisatoris
             Herbert Spencer, lebih seperempat abad yang lalu, pernah menyatakan bahwa: What knowledge is of most morth (pengetahuan apa yang bernilai ?). Pengetahuan yang bernilai itu akan berarti bila mampu menentukan bahan yang serasi dengan anak didik, setelah melalui proses penyeleksian dari bahan pengetahuan sangat luas berkembang dari waktu ke waktu secara pesat.
      Keadaan masyarakat senantiasa berubah dan  mengalami kemajuan pesat, sehingga tentu akan memberi beban baru bagi pengembang kurikulum (curriculum developers), yang berperan sebagai pembuat keputusan (decision makers) dan memilih terhadap apa yang harus diajarkan kepada siapa. Dalam hubungan ini, Nasution (1989:34) menyatakan bahwa ada dua masalah pokok yang harus dipertimbangkan, yakni:
a) pengetahan apa yang paling berharga untuk diberikan bagi anak didik dalam suatu bidang studi,
b) bagaimana mengorganisasi bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan sebaik-baiknya.
      Kalau diperhatikan secara seksama, yang paling berwenang memecahkan masalah adalah para spesialis dalam disiplin ilmu bersangkutan, dengan persyaratan para spesialis itu selalu mengikuti perkembangan ilmunya, dan tentunya harus memahami asas filosofis, sosiologis, dan psikologis dalam mengambil keputusan.
      Kemudian masalah selanjutnya adalah tentang organisasi bahan yang juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Nasution (ibid, 35) mengemukakan bahwa ada bermacam cara dalam mengorganisasikan bahan bagi keperluan pengajaran. Salah satu caranya adalah dengan mengorganisasikan bahan berdasarkan: topik, tema, kronologi, konsep, isu, logika, dan proses disiplin. Agar lebih jelas, dapat dilihat contoh berikut:
Tabel 1. Cara Pengorganisasian Bahan
Organisasi Bahan Berdasarkan
Contoh
a.
Topik*
Perang Kemerdekaan
b.
Tema
Sebab-sebab perang kemerdekaan
c.
Kronologi
Tahap-tahap perang kemerdekaan
d.
Konsep
”kemerdekaan”
e.
Isu
Pengaruh perang kemerdekaan terhadap watak bangsa Indonesia
f.
Logika
Analisis peristiwa-peristiwa yang mendukung atau menghambat tercapainya pengakuan de jure atas kemerdekaan Indonesia
g.
Proses disiplin
Pandangan tentang perang kemerdekaan oleh ahli sejarah Indonesia? Ahli sejarah Belanda? Amerika Serikat? Proses dan instrumen apakah yang digunakan? Dan lain-lain.
*  (biasanya digabungkan dengan salah satu pendekatan lainnya atau dibagi dalam sejumlah sub topik)  
Di samping pendekatan organisasi, bahan pelajaran yang dipilih dengan serasi tersebut mempunyai tujuan dan sasaran kurikulum yang pada dasarnya disusun: dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkret kepada yang abstrak, dan dari ranah (domain) kognitif, afektif, maupun psikomotor tingkat rendah kepada yang lebih tinggi,.
       Sebagai konklusi dari uraian asas organisatoris tersebut, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan, yakni:
1.        Tujuan Bahan Pelajaran
Mengajarkan ketrampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan ketrampilan untuk keperluan masa depan, untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah, untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri ilmiah, untuk memupuk jiwa warga negara yang baik, dan lain-lain.
2.        Sasaran Bahan Pelajaran
Siapakah pelajar itu, apakah latar belakang pendidikan dan pengalamannya, sampai dimanakah tingkat perkembangannya, bagaimanakah profil kepribadian dan motivasinya, dan lain-lain.
3.        Pengorganisasian Bahan
Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi: apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi, dan lain-lain.
Pemahaman mengenai asas-asas tersebut bagi para pengembang kurikulum sangat penting dalam menghasilkan suatu kurikulum yang diharapkan. Karenanya, menurut Adiwakarta (1994:101), mereka (para pengembang dan pelaksana kurikulum) perlu memerhatikan tiga kecendrungan, yakni:
(1) kekinian dan kedisinian,
(2) kemasa-depanan, dan
(3) kepentingan satuan pendidikan. Pertanyaan yang memerlukan jawaban bagi sistem pendidikan suatu bangsa adalah bagaimana mengembangkan dan melaksanakan kurikulum agar kepentingan nasional, keadaan dan kebutuhan lingkungan, ciri khas satuan pendidikan, serta kepentingan masa depan anak didik dan masyarakat dapat dipenuhi.

Anda Akan dianggap hadir jika meningalkan komentar terhadap bacaaan di atas.

 
Unsyiah - IAIN - Kompas