Jumat, 13 April 2012

Pengantar Manajemen Pendidikan Pertemuan ke 5 (13 April 2012) Kelas Mandiri

Pengantar Manajemen Pendidikan 
Kelas Mandiri


Pertemuan ke 5 (Lima) / 13 April 2012
 
QUIS

- Dr. Djailani, M.Pd
- Siraj, S.Pd., M.Pd



  
Petunjuk
  • Setiap soal dikerjakan dengan menyertakan kutipan/pendapat para ahli serta menyertakan daftar kepustakaan dari buku, jurnal, artikel, blog dan website yang sudah anda baca/kutip.
  • Quis ini sangat mengutamakan kejujuran dan dikerjakan masing-masing (jawaban yang sama persis/identik tidak akan diperiksa).
  • Penyerahan tugas tanggal 20 April 2012.
Soal
  1. Jelaskan tentang hakikat pendidikan, serta mengapa pendidikan itu sangat penting?
  2. Jelaskan tentang pengertian pendidikan menurut para ahli dan anda simpulkan pengertian pendidikan tersebut menurut sudut pandang anda.
  3. Uraikan tentang jalur pendidikan terdiri yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
  4. Mengapa setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti sekolah, sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama? 

KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA PERTEMUAN 3 (13-4-12)

KAJIAN TEKS KURIKULUM FISIKA
PERTEMUAN KE 3 (13 April 2012)
ASAS-ASAS KURIKULUM
-Dra. Nurulwati, M.Pd
-Siraj, S.Pd., M.Pd






Dalam pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang. Asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karenanya harus menggunakan seleksi. Pengembangan kurikulum pada suatu negara baik di negara-negara berkembang (developing countries), negara terbelakang (underdevolping cuontries), dan negara-negara maju (devoloped countries), bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar, tetapi tetap ada persamaannya.
Falsafah yang belainan, bersifat otoriter atau demokrasi, sekuler atau relegius akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbeadaan masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diuraikan empat asas pengembangan kurikulum tersebut.
1. Asas filsofis
 Falsafah dalam arti sebenarnya cinta akan kebenaran, yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philein (cinta) dan shopia (kebajikan). Dalam batasan moderen, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul didalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Intinya, manusia merupakan bagian dari dunia.
Pandangan menyeluruh dan sistematis yang diharapkan dapat dikuasai oleh manusia adalah lebih dari sekedar pengetahuan. Barangkali yang dimaksud dengan dikuasai disini adalah pengetahuan itu sendiri dan juga, menemukan adanya saling-hubungan dan pertalian semua unsur hingga pada akhirnya akan ditemukan adanya unsur kebajikan.
a) Falsafah Bangsa
           Setiap negara didunia ini, baik negara berkembang maupun negara maju, memiliki falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Setiap individu memiliki pandangan tertentu mengenai pendidikan yang kadang tidak sama dengan pandangan umum. Keberadaan kurikulum adalah untuk memelihara keutuhan dan persatuan bangsa dan negara. Persoalannya, bagaimana berupaya menyatukan beragam pandangan yang ada pada masyarakat ke dalam suatu kerangka pemikiran yang konsisten dalam upaya menyokong proses pengembangan kurikulum yang dapat disetujui oleh semua kalangan.
         Agaknya, memang tidak mudah menciptakan falsafah pendidikan yang dapat diterima semua pihak. Kondisi masyarakat menyangkut suku, agama, golongan, kepentingan politik tertentu akan turut menpengaruhinnya. Namun, bagi bangsa indonesia, persoalan falsafah pendidikan bukanlah persoalan, mengingat pancasila UUD 1945 telah diterima secara resmi menjadi filsafat dan dasar Pendidikan Nasional. Keberadaan filsafat pancasila telah diterima oleh semua pihak, bahkan tidak bertentangan dengan filsafat pendidikan islam atau filsafat pendidikan (agama) lain.
Keberadaan falsafah pancasila harus dijadikan kerangka utama (mainstream) dalam mengontrol pelaksanaan lembaga-lembaga pendidikan pada suatu negara, karenanya keberadaan filsafat tersebut akan mempengaruhi semua kebijakan dan keputusan dalam pengembagan kurikulum. Dengan demikian, pelaksanaan lembaga pendidikan pada tingkat tertentu masih merupakan kelanjutan atas tingkat pendidikan sebelumnya, yang menggambarkan pencapaian tingkat pendidikan nasional, sejak jenjang pendidikan dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs, SMA/MA) dan perguruan tinggi (PT/PTAI), dengan tetap berdasar pada filosofi pancasila.
b) Falsafah Lembaga Pendidikan
Pancasila merupakan falsafah nasional yang tegas dan telah diterima oleh segenap bangsa Indonesia. Dalam konteks pendidikan, pancasila dijadikan pedoman bagi lembaga pendidikan unntuk mengembangkan falsafah atau pandangan masing-masing sesuai dengan misi dan tujuan nasional serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya. Tiap lembaga pendidikan, sebagai contoh UIN/IAIN, mempunyai misi yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, namun tiap UIN/IAIN bisa jadi mempunyai sesuatu yang khas yang ada perbedaannya dengan UIN/IAIN di daerah lain.
c) Falsafah Pendidikan
       Adanya pengetahuan tentang falsafah lembaga pendidikan dimana dia bertugas menjadi suatu pokok. Keberadaan falsafah membuat seseorang pendidik dituntut untuk selalu relevan dengan falsafah yang berlaku, sebagaimana dirumuskan dalam kurikulum yang ditetapkan lembaga pendidikan itu.
    Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang sangat penting. Ia selalu terlibat dan karenanya peran falsafahnya dalam perencanaan, pengorganisasian, dan penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum sekolah bersangkutan. Akan sangat tidak berarti suatu kurikulum yang baik jika pendidik memiliki falsafah yang berbeda dalam memahami, menafsirkan dan melaksanakan kurikulum tersebut. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum, pendidik merupakan pemengang peran utama.
Pengembang (developers) kurikulum perlu menyadari kemungkinan adanya falsafah berbeda yang dimiliki para pengajar. Fanatisme terhadap suatu aliran filsafat akan bisa menghambat proses belajar mengajar atau tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Dengan demikian, seorang pendidik harus betul-betul memahami keberadaan suatu kurikulum dan kaitannya dengan hal lain. Mementingkan filsafat sendiri secara menonjol tidak hanya akan merugikan anak didik, tetapi juga melenceng dari proses pengajaran dengan tujuan pendidikan yang berlaku atau tujuan kurikulum dari lembaga tersebut.
       Keberadaan falsafah seorang pendidik memang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Oleh karenanya, seorang pendidik mesti profesional. Pendidik profesional secara implisit selalu menempatkan dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang dipikul orang tua. Orangtua pun sangat mengharapkan anaknya untuk memiliki pendidikan yang baik dan profesional.
            Nabi bersabda:
”Barang siapa ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan ilmunya (Tidak mau mengajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat” (Al-Hadits)
            Keberhasilan anak didik menerima ilmu pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan orangtua, masyarakat, dan bangsa sangat ditentukan oleh falsafah pendidik terhadap profesinya. Karena itu, dimensi filsafat perlu memperoleh perhatian serius dalam wacana pendidikan nasional.
2. Asas Sosiologis
Asas sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini. Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, sudah sewajarnya kalau pendidikan memerhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan. Berbagai kesukaran juga akan muncul apabila kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat, seperti: militer, politik, agama, industri, pemerintah, swasta, ekonomi, dan lain-lain, mengajukan keinginan yang bertentangan dengan kepentingan kelompok masing-masing. Akhirnya, sangat mungkin muncul tekanan dari sumber eksternal, dari negara lain (terutama negara-negara maju), organisasi internasional, dan lain-lain. Karena pada dasarnya persoalan penddikan mempunyai keterkaitan dengan aspek lain : ekonomi, politik, dan lain-lain.
Dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat (sebagaimana diungkapkan di atas) dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan yang berlaku.
Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilah, disaring, dan diseleksi agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum, maka tugas pengembang kurikulum pun sangat kompleks. Menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:225), kompleksnya kehidupan dalam masyarakat disebabkan karena :
1.                  Dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam;
2.                  Kepentingan antar individu berbeda-beda;dan
3.                  Masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus sesuai  kebutuhan masyarakat.
3. Asas Psikologis
Kontribusi psikologi terhadap studi kurikulum memiliki dua bentuk. Pertama, model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan pendidikan. Kedua, berisikan berbagai metodologi yang dapat diadaptasi untuk penelitian pendidikan. Meggi Ing, (1978:29). Pertanyaan tentang pengembangan mata pelajaran, model-model, dan metodologi-metodologi itu bermacam-macam, dan informasinya sering tidak lengkap dan berkontradiksi. Tidak terdapat teori-teori psikologi, tetapi hanya ada studi-studi dan teori-teori dalam hal perbedaan tingkat kecanggihan. Tidak kurang, beberapa bidang telah cukup dikembangkan untuk menawarkan petunjuk-petunjuk kepada pendidik dan perencana kurikulum (curriculum planner).
Dalam memilih pengalaman belajar yang akurat, psikologi secara umum sangat membantu. Teori-teori belajar, teori-teori kognitif, pengembangan emosional, dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian, model formasi sikap dan perubahan, dan mengetahui motivasi, semuanya sangat relevan dalam merencanakan pengalaman-pengalaman pendidikan (educational experiences).
Area ilmu pengetahuan tentunya tidak selalu dipertimbangkan menjadi daerah psikologi. Disamping studi-studi tentang pemikiran pembelajaran (learning thinking), penerimaan dan pengingatan setidaknya menjadi pendapat yang implisit mengenai apa yang akan diketahui (what is to ”know”). Ada satu aksioma bahwa semua pengetahuan kita adalah pengetahuan manusia, sehingga studi mengenai bagaimana kita menyeleksi, memproses dan menggunakan informasi harus memberikan tidak hanya basis pendidikan, tetapi juga kontribusi untuk mendiskusikan pada apa yang diajarkan.
Ketika berusaha mengiliminasi proses pikiran anak didik (Children’s mind), baik Jean Piage  maupun Bruner menawarkan beberapa pertimbangan atas hakikat ilmu pengetahuan.
1.         Teori-teori Belajar
     Untuk merencanakan suatu kurikulum, sangat penting memiliki teori bagaimana pembelajaran ditentukan dan bagaimana kondisi pembelajaran menjadi pembelajaran yang lebih efisien. Berbagai teori psikologi tentang cara belajar, setidaknya secara eksplisit, membuat petunjuk-petunjuk akurat bagi para pendidik untuk dipraktikkan ke anak didik. Banyak buku psikologi yang memberi petunjuk langsung kepada pendidik atau guru. Hal ini dikarenakan tugas dan peranan  teori belajar tidak sama dengan tugas pendidik.
Dalam tradisi ilmiah, pencarian teori digunakan untuk menjelaskan jumlah maksimum fenomena-fenomena dengan jumlah minimal peraturan-peraturan (laws), dan itu merupakan tugas khusus yang sulit dalam menghadapi kompleksitas kesadaran dan tingkah laku manusia. Sebagai pendidik, kita tidak memperhatikan dengan apa sesungguhnya belajar itu, dan kita memerhatikan perbedaan-perbedaan di antara anak didik dan juga persamaan-persamaannya. Kita berharap bisa mendapatkan teori-teori psikologi yang membantu kita sebagai pendidik meski tidak secara langsung.
4.      Asas Organisatoris
             Herbert Spencer, lebih seperempat abad yang lalu, pernah menyatakan bahwa: What knowledge is of most morth (pengetahuan apa yang bernilai ?). Pengetahuan yang bernilai itu akan berarti bila mampu menentukan bahan yang serasi dengan anak didik, setelah melalui proses penyeleksian dari bahan pengetahuan sangat luas berkembang dari waktu ke waktu secara pesat.
      Keadaan masyarakat senantiasa berubah dan  mengalami kemajuan pesat, sehingga tentu akan memberi beban baru bagi pengembang kurikulum (curriculum developers), yang berperan sebagai pembuat keputusan (decision makers) dan memilih terhadap apa yang harus diajarkan kepada siapa. Dalam hubungan ini, Nasution (1989:34) menyatakan bahwa ada dua masalah pokok yang harus dipertimbangkan, yakni:
a) pengetahan apa yang paling berharga untuk diberikan bagi anak didik dalam suatu bidang studi,
b) bagaimana mengorganisasi bahan itu agar anak didik dapat menguasainya dengan sebaik-baiknya.
      Kalau diperhatikan secara seksama, yang paling berwenang memecahkan masalah adalah para spesialis dalam disiplin ilmu bersangkutan, dengan persyaratan para spesialis itu selalu mengikuti perkembangan ilmunya, dan tentunya harus memahami asas filosofis, sosiologis, dan psikologis dalam mengambil keputusan.
      Kemudian masalah selanjutnya adalah tentang organisasi bahan yang juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Nasution (ibid, 35) mengemukakan bahwa ada bermacam cara dalam mengorganisasikan bahan bagi keperluan pengajaran. Salah satu caranya adalah dengan mengorganisasikan bahan berdasarkan: topik, tema, kronologi, konsep, isu, logika, dan proses disiplin. Agar lebih jelas, dapat dilihat contoh berikut:
Tabel 1. Cara Pengorganisasian Bahan
Organisasi Bahan Berdasarkan
Contoh
a.
Topik*
Perang Kemerdekaan
b.
Tema
Sebab-sebab perang kemerdekaan
c.
Kronologi
Tahap-tahap perang kemerdekaan
d.
Konsep
”kemerdekaan”
e.
Isu
Pengaruh perang kemerdekaan terhadap watak bangsa Indonesia
f.
Logika
Analisis peristiwa-peristiwa yang mendukung atau menghambat tercapainya pengakuan de jure atas kemerdekaan Indonesia
g.
Proses disiplin
Pandangan tentang perang kemerdekaan oleh ahli sejarah Indonesia? Ahli sejarah Belanda? Amerika Serikat? Proses dan instrumen apakah yang digunakan? Dan lain-lain.
*  (biasanya digabungkan dengan salah satu pendekatan lainnya atau dibagi dalam sejumlah sub topik)  
Di samping pendekatan organisasi, bahan pelajaran yang dipilih dengan serasi tersebut mempunyai tujuan dan sasaran kurikulum yang pada dasarnya disusun: dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkret kepada yang abstrak, dan dari ranah (domain) kognitif, afektif, maupun psikomotor tingkat rendah kepada yang lebih tinggi,.
       Sebagai konklusi dari uraian asas organisatoris tersebut, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan, yakni:
1.        Tujuan Bahan Pelajaran
Mengajarkan ketrampilan untuk masa sekarang atau mengajarkan ketrampilan untuk keperluan masa depan, untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah, untuk mengembangkan nilai-nilai, untuk mengembangkan ciri ilmiah, untuk memupuk jiwa warga negara yang baik, dan lain-lain.
2.        Sasaran Bahan Pelajaran
Siapakah pelajar itu, apakah latar belakang pendidikan dan pengalamannya, sampai dimanakah tingkat perkembangannya, bagaimanakah profil kepribadian dan motivasinya, dan lain-lain.
3.        Pengorganisasian Bahan
Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi: apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi, dan lain-lain.
Pemahaman mengenai asas-asas tersebut bagi para pengembang kurikulum sangat penting dalam menghasilkan suatu kurikulum yang diharapkan. Karenanya, menurut Adiwakarta (1994:101), mereka (para pengembang dan pelaksana kurikulum) perlu memerhatikan tiga kecendrungan, yakni:
(1) kekinian dan kedisinian,
(2) kemasa-depanan, dan
(3) kepentingan satuan pendidikan. Pertanyaan yang memerlukan jawaban bagi sistem pendidikan suatu bangsa adalah bagaimana mengembangkan dan melaksanakan kurikulum agar kepentingan nasional, keadaan dan kebutuhan lingkungan, ciri khas satuan pendidikan, serta kepentingan masa depan anak didik dan masyarakat dapat dipenuhi.

Anda Akan dianggap hadir jika meningalkan komentar terhadap bacaaan di atas.

 
Unsyiah - IAIN - Kompas